Bismillahirrahmanirrahim

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَالله يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang amat keji itu tersebar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui.(QS. an-Nuur: 19)

Pada kesempatan ini kita akan menyimak bersama kandungan ayat ini agar menjadi pelajaran bagi kita sendiri dan peringatan bagi semua pihak yang getol dalam melancarkan kejahatan, kemaksiatan, kekejian, dan penyimpangan serta kerusakan dalam pola pikir, akhlak, dan karakter. Terlebih pada masa-masa sekarang yang kejahatan dan kekejian semakin marak dan menjadi. Bahkan anak-anak balita pun turut menjadi korbannya, baik sebagai korban pembunuhan, mutilasi, bahkan kejahatan seksual sebagaimana yang kita sering mendengar berita tentang mereka melalui media masa yang ada. Hingga salah seorang pemerhati anak-anak pun mengumumkan darurat anak.

                Apabila kita mau mengoreksi diri sendiri maka kejahatan yang sedemikian ngerinya adalah hasil dari perbuatan kita sendiri. Sebagai orang tua kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga, mendidik, dan menafkahi anak-anak, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang ia pimpin (rakyatnya). Seorang pemimpin negara akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang laki-laki (suami) pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan ditanya tentang keluarganya. Seorang wanita (istri) pemimpin di rumah suaminya dan ia akan ditanya tentang yang ia pimpin. HR. al-Bukhari dan Muslim.

Al-Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan:

“Para ulama mengatakan: Kata ra’i (الراعي) maknanya adalah penjaga/pengawas yang diamanati dan dituntut untuk menjaga maslahat (stabilitas) apa yang ia lakukan/tanggung. Juga maslahat semua yang di bawahnya. Sehingga dari makna ini semua pihak yang memiliki sesuatu yang harus ia awasi maka ia dituntut untuk berbuat adil di dalamnya. Ia juga dituntut untuk menjaga maslahat pihak yang menjadi tanggungannya baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun keduniaan serta semua yang bertautan dengannya.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberikan peringatan kepada para orang tua dalam sabdanya:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه

Tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan di atas fithrah. Lalu kedua orang tuanya yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau beragama majusi. HR. al-Bukhari dan Muslim.

Yaitu bayi dilahirkan di atas fithrah Islam sebagaimana dijelaskan oleh para ulama (bisa dilihat di Fathul Baari karya Ibnu Hajar atau Syarah an-Nawawi terhadap Shahih Muslim. Kemudian orang tuanya yang menjadikannya berubah menjadi beragama Yahudi, Nasrani, Majusi (agama bangsa Persia, yaitu menyembah api), Budha, Hindu, atau berubah menjadi pecinta kemesuman dan kejahatan dan geng-geng jalanan dengan dandanan yang acak-acakan dan buka-bukaan aurat. Dengan demikian sebagai orang tua memiliki tanggung jawab untuk menjaga fithrah anak-anaknya.

Maka perhatikanlah wahai para ayah dan para ibu ….. !!

Tanggung jawab berat ada pundak kita, kelak kita akan ditanya tentang anak-anak kita.

Semoga Allah Ta’ala menyelamatkan kita dan anak-anak kita dari berbagai kerusakan yang telah merebak dan menghanyutkan banyak orang. Amiin.

 

Kejahatan dan keburukan yang sudah menembus rumah-rumah

Dari hadits di atas beserta penjabaran dari al-Imam an-Nawawi kita bisa memahami bahwa masing-masing pihak, baik ia kepala negara, kepala rumah tangga (suami), atau pemimpin dalam rumah (isteri) memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus mereka tunaikan. Kepala negara memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan menjaga maslahat rakyatnya sehingga ia dituntut untuk berbuat adil dalam mengurusi mereka baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia.

                Sedangkan seorang suami ia dituntut untuk menjaga maslahat dan kebaikan keluarganya. Ia bertugas menafkahi isteri dan anak-anaknya, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk menjauhkan keluarganya dari berbagai keburukan dan kerusakan, baik kerusakan itu berhubungan dengan permasalahan agama maupun dunia. Terlebih pada masa kini yang kejahatan semakin merajalela hingga balita pun turut menjadi korbannya.

                Sedangkan seorang isteri di rumah ia memiliki tanggung jawab besar dalam mengasuh, mendidik, dan mengajari anak-anaknya. Ia bertanggung jawab untuk mengawasi perkembangan putra putrinya selain juga menjaga harta suaminya. Ia memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan perkembangan fisik, mental, dan spritual putra-putrinya.

                Demikianlah Islam mengatur dan memberikan tanggung jawab kepada masing-masing sesuai dengan tabiat dan kekuatan jasmani masing-masing. Seorang wanita ia lebih memiliki sifat kelembutan dan keibuan dibanding laki-laki. Ia telah diciptakan sedemikian rupa untuk mengemban tugas dan amanah besar. Sehingga tidak patut dan tidak pantas apabila ia ingin menyerupai laki-laki yang berotot besar lalu berebut dengan kaum laki-laki dalam mencari nafkah di berbagai bidang.

                Akan tetapi karena tuntunan agama sudah semakin dijauhi dan disimpangkan oleh berbagai pihak maka tugas mulia wanita itu dikatakan sebagai tugas pengangguran dan terbelakang. Atau hanya tugas wanita kelas rendahan dan tidak berpendidikan tinggi, bukan wanita sukses dan wanita karir. Dalam istilah lain dikatakan kanca wingking (urusan dapur, kasur, dan berhias). Sehingga kita saksikan hampir di seluruh bidang, bahkan di semua bidang, telah dimasuki oleh wanita dengan alasan pemberdayaan wanita, emansipasi wanita, memajukan wanita, dan seterusnya.

                Ketika para wanita itu keluar untuk berebut tempat dan kedudukan di luar rumah, maka apa yang terjadi? Tugas utamanya yaitu mendidik dan mengasuh anak serta memperhatikan perkembangan mental dan spiritual ia tinggalkan demi karir dan pekerjaan serta ambisi dunia lainnya. Sehingga anak-anak yang masih kecil dan belum memahami kebaikan dan keburukan, atau belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dibiarkan sendirian mencari kesibukan dan kesenangan melalui berbagai media, baik televisi, teman bermain, atau bahkan game online.

                Bahkan ada pula yang tega meninggalkan anaknya sendirian di kamar dalam keadaan sakit, meminta kepada sang ibu untuk memperhatikan dirinya yang masih lemah ditambah sakitnya yang membuatnya hanya bisa terbaring. Namun demi karir dan tugas kantor atau pabrik si ibu tetap berangkat meninggalkan anaknya yang memanggil-manggil “Bunda …, bunda …,” atau “Ibu …, ibu …,”. Ia memanggil dengan suara lirih dan lemah, memelas, serta mengharapkan belaian dan curahan perhatian dari sang ibu.

Meskipun demikian sakit yang diderita si anak, demi mengejar dunia dan tambahan kekayaan si ibu yang rakus harta, jabatan, dan karir, tetap pergi juga. Ia lebih takut kepada atasan dan bosnya daripada kepada takut kepada Allah Ta’ala yang telah menciptakan dirinya, yang telah menciptakan atas dan bosnya. Lalu ketika pulang ia mendapati anaknya telah meninggal karena sakit yang dideritanya. Setelah itu si ibu hanya bisa menyesal.

Demikianlah sebagian kenyataan yang terjadi …

Kasus yang lain; anak-anak yang meninggal karena meniru adegan para tokoh yang diidolakan dalam film-film, baik film kartun atau selainnya. Sebagaimana peristiwa sudah sering terjadi di negeri ini.

Ketika anak-anak tidak lagi mendapatkan perhatian serius dari para orang tua, maka kerusakan jasmani dan rohani akan menimpanya. Bahkan akan membuatnya mati, entah jasadnya yang mati atau hatinya yang mati.

Ketika anak-anak telah terbiasa melihat kejahatan, kerusakan, dan keburukan akan sangat mudah untuk terbentuk pola pikir dan pemahamannya bahwa bahwa perbuatan jahat sebagai dasar pola pikirnya. Sehingga sangat mudah untuk kita tebak, bahkan telah kita saksikan, anak-anak kecil di bawah usia belasan telah melakukan kejahatan seksual dan berbuat mesum dengan teman sebaya, atau bahkan menjadikan balita sebagai korbannya.

Siapakah yang salah ketika sudah terjadi yang seperti ini ?!!

Siapakah yang pertama kali harus disalahkan?!!

Banyak pihak yang menjawab orang tua yang salah, orang yang harus bertanggung jawab, orang yang telah lalai … !!

Lalu akankah kelalaian dan ketelodaran ini akan disadari?!!

Wahai para ayah ……..

Wahai para ibu ………

Kalian kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang putra putri kalian. Apakah yang kalian ajarkan kepada mereka? Apakah yang kalian sampaikan kepada mereka? Apakah sudah kalian ajarkan kepada mereka akhlak yang mulia kepada mereka? Sudahkah kalian ajari mereka untuk mengenal Sang Pencipta? Sudahkah kalian ajarkan kepada kewajiban-kewajiban agama? Sudahkan kalian mengenalkan kepada mereka utusan Allah Ta’ala yang bertugas mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya Allah?

Atau malah kalian biarkan mereka menonton kemesuman dan pandangan materialis yang ditanamkan melalui film spongebob? Atau kesyirikan syirik besar yang ditanamkan melalui film The Legend of Aang? Atau kemesuman plus perdukunan dan kesyirikan serta keburukan akhlak yang ditanamkan melalui berbagai sinetron? Belum lagi kerusakan akhlak dan gaya hidup yang ditampilkan oleh para pecandu alkohol dan narkoba dari kalangan selebritis dan penyanyi.

Atau malah kalian tidak tahu sama sekali dan tidak faham bahwa film-film itu sarat dengan kerusakan dan kehancuran dalam permasalahan tauhid, iman, akhlak, dan sebagainya?

Kalau demikian ini keadaannya maka anda memiliki kewajiban untuk mendalami agama ini dengan baik. Anda memiliki kewajiban untuk mendalami apa itu tauhid, apa itu iman, apa itu akhlak yang mulia, dst.

Perhatikanlah … ternyata kerusakan itu telah masuk di dalam rumah-rumah kaum muslimin.

Sehingga tidak heran jika terdengar berita anak kecil mati sia-sia karena dibanting oleh temannya atau dicekik dan diperkosa oleh temannya. Tidak heran ketika terdengar berita seorang anak membunuh ibu atau ayahnya. Tidak heran apabila terdengar berita ini dan itu.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik kepada kaum muslimin di negeri ini secara khusus. Juga kepada seluruh pihak yang menjadi penanggung jawab dan kebijakan di negeri ini.

 

Ancaman bagi penebar kerusakan di negeri ini:

Dalam ayat 19 dari surat an-Nuur di atas telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala ancaman bagi siapa saja yang menyebarkan kekejian dan kemungkaran di tengah-tengah kaum muslimin. Ancaman yang berupa siksaan yang pedih itu akan menimpanya baik ketika di dunia maupun kelak setelah ia mati.

                Maka bertaubatlah …. sebelum kematian menjemputmu.